
Jakarta — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian memberikan penjelasan resmi terkait polemik kepemilikan empat pulau di Provinsi Aceh. Pulau-pulau tersebut sebelumnya sempat tercatat sebagai bagian dari wilayah Sumatera Utara (Sumut).
Polemik ini muncul setelah data menunjukkan bahwa Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang masuk ke dalam batas wilayah administratif Sumut versi Kementerian Dalam Negeri.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Tito menyampaikan tiga poin penting. Ia ingin meluruskan persepsi publik dan menegaskan sikap pemerintah pusat terhadap isu tersebut. Berikut tiga pernyataan utama dari Mendagri:
1. Pulau-pulau Tersebut Secara De Facto dan De Jure Milik Aceh
Tito menegaskan bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian dari wilayah Aceh. Hal ini berlaku baik secara historis maupun administratif. Menurutnya, sejak Aceh mendapat status otonomi khusus, pengelolaan wilayah tersebut sepenuhnya berada di bawah Pemerintah Aceh.
Ia juga menjelaskan bahwa tidak ada keputusan resmi dari pemerintah pusat yang mengalihkan kepemilikan ke Sumut. Data yang menyebut pulau-pulau itu milik Sumut adalah akibat kesalahan teknis dalam sistem pemetaan digital.
“Kita harus melihat data secara menyeluruh. Keempat pulau itu berada di Aceh Tamiang. Sudah lama menjadi bagian dari Aceh, baik secara administrasi maupun pelayanan publik,” kata Tito.
2. Kesalahan Data Akan Segera Diperbaiki
Tito menyampaikan bahwa kesalahan dalam sistem data akan segera diperbaiki. Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri ditugaskan untuk melakukan koreksi.
Pemerintah pusat juga meminta tim teknis dari dua provinsi duduk bersama. Tujuannya adalah melakukan verifikasi ulang atas batas wilayah berdasarkan data historis dan peta geografis.
Tito mengatakan bahwa tim teknis gabungan akan segera dibentuk. Mereka akan memastikan agar sistem digital Kemendagri mencerminkan fakta yang sebenarnya.
3. Imbauan Menjaga Stabilitas dan Tidak Terprovokasi
Tito mengajak masyarakat, khususnya di Aceh, untuk tetap tenang. Ia meminta agar warga tidak terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya.
Ia menegaskan bahwa penyelesaian masalah ini harus diserahkan pada mekanisme formal. Pemerintah pusat menjamin prosesnya akan berjalan adil dan transparan.
“Jangan sampai masalah administrasi ini dipolitisasi. Kita tidak ingin persatuan bangsa terganggu. Pemerintah hadir untuk menyelesaikan, bukan memperkeruh,” tegas Tito.
Penutup
Kasus empat pulau antara Aceh dan Sumut menjadi sorotan nasional. Masalah ini menyentuh isu sensitif tentang batas wilayah dan otonomi daerah. Sejak perjanjian Helsinki 2005, Aceh memang mendapat wewenang khusus dalam pengelolaan wilayahnya.
Dengan adanya klarifikasi Mendagri, diharapkan polemik ini segera berakhir. Pemerintah pusat akan terus memastikan bahwa data batas wilayah sesuai dengan kondisi di lapangan.
Komitmen lintas kementerian telah ditegaskan. Koreksi data akan menjadi prioritas, demi menjaga kepercayaan publik dan keutuhan NKRI.