Jakarta, 10 Juni 2025 — Harga minyak dunia melonjak tajam hingga 7% akibat ketegangan geopolitik yang memanas antara Israel dan Iran. Lonjakan ini mencerminkan kekhawatiran pasar global terhadap potensi gangguan pasokan minyak dari kawasan Timur Tengah, yang merupakan salah satu wilayah penghasil minyak terbesar dunia.

Ketegangan Memicu Kenaikan Harga Minyak

Konflik terbaru yang melibatkan serangan udara timbal balik antara Israel dan Iran telah meningkatkan ketidakpastian global, terutama di sektor energi. Dalam perdagangan hari Selasa, harga minyak mentah Brent naik sebesar 7,2% menjadi USD 94,60 per barel, sementara minyak mentah WTI (West Texas Intermediate) naik 6,8% ke level USD 90,45 per barel.

Para analis menilai bahwa pasar merespons cepat terhadap potensi terganggunya jalur distribusi minyak di Selat Hormuz—jalur vital yang dilalui hampir 20% dari total perdagangan minyak dunia. Iran yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut dapat sewaktu-waktu memblokir atau mengganggu pengiriman minyak melalui selat tersebut.

Dampak Terhadap Perekonomian Global

Lonjakan  ini dikhawatirkan akan berdampak langsung terhadap inflasi global. Negara-negara pengimpor minyak, termasuk Indonesia, dapat mengalami tekanan lebih besar pada harga bahan bakar, yang berujung pada kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan biaya logistik. Selain itu, volatilitas harga minyak juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia jika ketegangan terus berlanjut.

Bank-bank sentral pun kini dalam posisi sulit. Di satu sisi, mereka harus menjaga kestabilan harga dan mengendalikan inflasi. Di sisi lain, mereka juga perlu menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak tersendat akibat biaya energi yang melonjak.

Reaksi Pemerintah dan Pasar

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM menyatakan sedang memantau kondisi global dan bersiap mengambil kebijakan stabilisasi harga energi dalam negeri. Langkah-langkah seperti subsidi BBM atau pengendalian harga minyak mentah domestik menjadi opsi yang tengah dikaji.

Sementara itu, pasar saham regional terlihat bergejolak. Indeks harga saham sektor energi menguat signifikan, namun sektor transportasi dan manufaktur justru mengalami tekanan akibat kekhawatiran meningkatnya biaya operasional.

Prospek Ke Depan

Jika konflik Israel-Iran terus bereskalasi, bukan tidak mungkin harga minyak akan melampaui ambang psikologis USD 100 per barel dalam beberapa pekan ke depan. Hal ini tentu akan memberikan tekanan ganda bagi negara-negara berkembang yang rentan terhadap fluktuasi harga energi.

Namun jika diplomasi internasional berhasil meredam ketegangan, harga minyak diperkirakan akan stabil kembali. Para pelaku pasar saat ini menantikan pernyataan dari PBB dan negara-negara G7 terkait langkah-langkah diplomatik yang akan diambil untuk mencegah konflik meluas.